Berdakwah
dulu, senyum kemudian..
Seseorang
yang telah mengenal dan belajar sunnah tentu menginginkan semua gerak dan
langkah hidupnya berdasarkan sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa sallam. Pun
termasuk prosesi pernikahannya kelak. Berharap pernikahannya nanti tidak
bertaburan adat-adat ataupun tradisi yang bertentangan dengan syari’at. Bagi
yang orangtuanya sudah faham dengan syariat dan sunnah, tentu tidak menjadi
masalah. Tapi yang orangtuanya masih awam dengan ilmu dien maka ini yang
menjadi “PR”.
Seseorang yang
telah memahami sunnah, tentu faham bahwa di dalam proses pernikahan tidak boleh
ada hal-hal yang berbau syirik ataupun bid’ah ataupun hal-hal yang melanggar
syari’at lainnya. Ia menginginkan ketika walimahnya nanti tidak ada ikhthilath
(campur baur) antara tamu putra dan tamu putri, tidak ada musik, calon
mempelai duduk terpisah waktu akad dan tidak dipajang secara berdampingan
dihadapan para tamu, dsb. Ya, itu wajar saja, karena ia berharap awal dari
perjalanan rumah tangganya menjadi berkah dan pernikahannya penuh rahmat.
Untuk
mewujudkan hal tersebut tentu bukan sesuatu yang instan untuk diwujudkan.
Karena butuh proses yang panjang. Berdakwah. Tentu ia harus mendakwahi
keluarganya terlebih dahulu, khususnya ayah dan ibu dan anggota keluarga yang
lain. Dan tentu dakwah ini harus dilakukan jauh-jauh hari sebelum hari “H” itu
terlaksana. Karena akan mengalami kesulitan untuk mengamalkan sunnah ini jika 2
bulan menjelang hari “H” baru bilang pada ayah dan ibu kalau tidak mau ini
tidak mau itu, gak boleh begini gak boleh begitu. Oleh karena itu, perlu
pendekatan-pendekatan dalam mendakwahi mereka.
Orang tua,
mereka tentu tidak mau yang namanya “digurui”. Maka, untuk mendakwahkan sunnah
kepada orangtua bisa dengan jurus-jurus tertentu. Misalnya, menyelipkan dakwah
kita diantara canda dengan orang tua waktu ngobrol ringan. Sehingga tidak akan
terkesan menggurui mereka. Awalnya mungkin mereka akan menolak. Tapi, kalau
sering-sering membicarakan “masalah-masalah” tersebut di telinga mereka, maka
lama-lama juga akan menjadi hal yang biasa. Ingat kaidah: sesuatu yang asing
kalau diulang-ulang maka akan terbiasa. Oleh karena itu, sering-sering
menyampaikan harapan-harapan yang sesuai sunnah tersebut sekaligus berdakwah
akan mempermudah terwujudnya harapan tersebut. Bukan sekedar harapan hampa,
tapi harapan untuk mendapat ridho Allah subhanahu wa ta’ala.
Kebanyakan para
aktifis, mereka sibuk dengan dunia kampusnya, organisasinya, juga dakwahnya dan
sring melupakan menjaga interaksi dengan keluarganya. Sehingga ketika waktu mau
nikah baru mengatakan ke orangtuanya,” Pak, nikahnya besok gak pakai musik”,
“ Bu, tamu putra dan putri harus dipisah”,dll. Maka itu akan
“gatol” (gagal total) kecuali yang
orangtuanya sudah faham.
Oleh karena
itu, yang berkeinginan menikah sesuai sunnah, maka sejak sekarang juga
kondisikan orangtua, dakwahi orang tua dengan lemah lembut dan sabar. ”Dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik” (QS 17: 23). Ajak untuk
hadir di majelis-majelis ilmu, jelaskan dengan kasih sayang. Selain itu,
mendakwahkan kepada tetangga sekitar juga sangat perlu, karena mereka yang akan
membantu dalam menyelenggarakan akad dan walimah. Dan semua perlu proses yang
panjang. Sehingga kelak suatu saat ketika hari “H” telah disepakati, akan mudah
dalam mengurus semuanya. In-sya Allah. Hingga akhirnya bisa menikah sesuai
sunnah, yang tidak dicemari oleh adat ataupun tradisi yang berlawanan dengan
syari’at. Sebuah awal yang syar’i untuk kelanjutan yang diridhoi. Maka,
tersenyumlah... ^^
by : bintang senja
0 komentar:
Posting Komentar