Setiap orang tentu mengalami masa lalu, entah itu masa lalu yang gemilang atau yang kelam. Dan masa lalu itu tentu akan berdampak di masa sekarang. Entah disadari atau tidak. Karena kita adalah produk masa lalu. Demikian pula ayahku.
aku bingung, di
satu sisi aku sudah berencana untuk menyelesaikan tugas-tugasku yang menumpuk
di akhir pekan ini, tapi qodarullah, aku harus pulang yang berarti tentu saja
aku tak bisa menyelesaikan tugasku akhir pekan ini.
Akhirnya setelah
shalat dhuhur aku pulang naik bis dan sampai dirumah menjelang asar. Pikiranku
kacau. Aku beristighfar di sepanjang perjalanan, berdoa kepada Allah supaya ayah
cepat sembuh. Juga memohonkan ampunan atas semua kesalahan dan dosa-dosanya di
masa lampau.
Tiba dirumah, aku
melihat kondisi ayahku yang lebih parah dibanding 3 minggu yang lalu saat aku
berangkat dari rumah. Bibirku tak bisa berkata apa-apa, hanya air mata yang
berbicara. Aku berusaha menyembunyikannya.
Ba’da maghrib aku
baru bisa mengentarkan ayah ke rumah sakit di kota K. Karena menunggu tetangga
yang bisa mengantarkan kami dengan mobilnya. Di temani oleh bulek (adik ayah)
dan juga tetanggaku yang menyetir mobil. Sampai di RS pas waktu isya’ . kami
segera turun dan ayah pun langsung di jemput perawat RS dengan tempat tidur
dorongnya, lalu dibawa masuk untuk segera diperiksa. Sedangkan aku mengurus
pendaftaran pasien. Bulek yang menemani ayah ke dalam.
Tapi tak lama kemudian, bulek pun langsung
pulang karena ada suatu hal. Hanya aku sendiri yang menunggui ayah. Saat itu
pikiranku kalut. Aku baru pertama kali mengurusi hal semacam ini. Apalagi
dengan yang namanya rumah sakit, aku serasa mual dengan aroma obat-obat kimia
yang menusuk perut. Juga membuat tulang-tulangku lemas. Betapa gak enaknya di
rumah sakit itu.
Sekitar jam 9 ayah
baru mendapat ruangan. Sebelumnya aku dipanggil oleh petugas kesehatan disana,
mengatakan kalau ayah sakit jantung dan harus di tempatkan di ruang HCU (High
Care Unit) supaya bisa dikontrol oleh monitor. Aku tak tau apa itu, yang
penting ayah di rawat. Akhirnya ayah dibawa ke ruang HCU setelah sebelumnya
bagian jantungnya di Rontgen.
MasyaAllah, aku
termenung dan mulai menyadari hal ini. Dulu ayah memang pecandu rokok berat. Itu
aku mendapat cerita dari ibuku. Katanya sejak masih muda ayah memang perokok.
Hampir setiap hari menghabiskan satu bungkus rokok.
Aku sudah tidak
suka dengan ayahku sejak aku kecil. Aku tidak suka dengan kebiasaannya merokok
di sekitarku. Karena asapnya membuatku batuk. Dan itu juga yang aku tidak mau
mencium ayah sebagaimana dilakukan oleh teman-temanku. Yang mereka bisa
bermain-main dengan ayahnya. Tidak dengan diriku. Aku tidak suka bau rokok yang
masih tertinggal di wajahnya bahkan saat beliau berbicara. Hingga kebiasaanku
sejak kecil terbawa sampai aku dewasa. Aku tidak mau berdekatan dengan ayah
yang bau rokok. –astaghfirullah-
Pernah, suatu saat
ketika aku SMA aku menegur ayahku supaya berhenti merokok, tapi aku malah
dimarahi. Katanya, merokok itu ibarat makan. Malah, ayah berbalik menyuruhku
untuk berhenti makan nasi. Aneh. Nasi disamakan dengan rokok. ???
Melihat ekonomi
keluarga yang pas-pasan pun ayah tetap bela-belain beli rokok. Coba kalau uang
untuk beli rokok itu ditabung, dalam sebulan sudah terkumpul banyak. Bisa buat
bayar sekolah atau seenggaknya untuk sedekah. Itu lebih baik.
Perlu sebuah
proses untuk menyadarkan ayah dari rokoknya. Saat aku sudah memasuki bangku
kuliah, ada peningkatan. Ketika aku di dalam rumah, dan ayah ingin merokok ia
keluar. Ya, karena sudah tau sikapku. Aku pun juga tetap berusaha supaya ayah berhenti
merokok. Dari dulu Ayah sering batuk-batuk, dan ketika batukk memang berhenti
dari rokok. Tapi ketika batunya sembuh maka kebiasaannya kemabli lagi. Dan Beberapa bulan yang lalu, ayah sakit batuk
batuk, dan aku menasehatinya supaya berhenti merokok. Lama kelamaan ayah
meninggalkannya. Tapi sudah terlambat. Batuk batuknya meskipun sudah diobati,
selang bentar kambuh lagi. Sampai beberapa minggu yang lalu, ayah mengeluhkan
kalau ia sesak napas (susah bernapas), itu hanya diobatinya dengan ‘napasin’
dan juga berkali-kali suntik ke dokter. Hasilnya ‘nol’. Racun yang ada dalam rokok
sudah terlalu menumpuk di dalam tubuhnya. Ayah tidak bisa tidur. Dan selalu mengeluhkan
sakitnya.
Hingga, saat ku
lihat ayah di atas pemberingan di ruang HCU, aku bisa merasakan kepedihannya.
Air mataku jatuh. Aku kasihan sama ayah. Ayah yang selama ini berusaha tegar
untuk aku, kini aku melihatnya tak berdaya. Ia diserang oleh rasa sakitnya.
Jantung. Itu adalah organ vital pada tubuh manusia. Juga lambungnya. Mungkin
karena posisi nasi digantikannya dengan asap rokok. – masyaAllah – . Ya Allah,
ampunilah dosa-dosa ayah dimasa lalu... maafkan ia Ya Allah... semoga sakit
yang dirasakannya sekarang bisa menggugurkan dosa-dosanya dimasa lalu, dimana
ia menzhalimi dirinya sendiri, menzhalimi jasad yang Engkau amanahkan...
Buat para pecandu
rokok, sebelum terlambat, berhentilah merokok sekarang juga. Kasihan anak dan
istrimu. Kasihan keluargamu. Apakah harus ditimpakan musibah terlebih dahulu
supaya kau berhenti dari kezhaliman itu?! Hapuslah bayang bayang kebahagiaan
semu itu.
Bukan sebuah mitos
pesan yang ada di bungkus rokok itu. Yang menyatakan bahwa:
“merokok bisa menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan
kehamilan dan janin”. Itu memang
benar-benar terbukti. Jujur para
produsen rokok itu. Tapi hanya orang-orang yang mau ditipu dan dikuras hartanya
saja yang tidak mengindahkan pesan tersebut.
Semoga kisah ini
bisa menyentil para pecandu rokok.. dan mau berhenti sebelum ‘masa’nya yang
berhenti.
Saat kisah ini ditulis,
ayah masih menjalani perawatan di rumah sakit. Mohon doanya dari pembaca semua,
semoga ayah diberi ketabahan. Demikian pula keluarganya.
Kota Y, 3 April 2013
by: bintang senja
by: bintang senja
0 komentar:
Posting Komentar